Part 7 - Indah Seperti Dulu

“Ran, aku deg-degan banget.” Kata Bayu. Kirana hanya menggenggam erat tangan Bayu. Kemeja putih Bayu mulai basah karena keringat. Hari ini, Bayu akan sidang skripsi. Setelah beberapa bulan, bergumul dengan skripsi akhirnya Bayu sampai juga pada tahap ini.
“Ambil napas….. keluarin lagi…..” Kirana menatap Bayu yang mengikuti perintahnya. “yang bikin skripsi kan kamu, yang tau segala seluk-beluk yang ada di skripsi itu ya kamu. Jadi kamu harus yakin dong. Ok?”
“Iya sayang…” senyum Bayu mengembang. Kemudian setelah teman Bayu akhirnya keluar dari ruang sidang, giliran Bayu yang masuk. Bayu memasuki ruang sidang dengan sebelumnya berkata lirih pada Kirana, doain aku.
Kirana akhirnya menunggu sendirian di depan ruang sidang. Tidak disangka, setelah Kirana memilih untuk kembali bersama Bayu lima bulan yang lalu, hubungan mereka bisa dikatakan sangat baik-baik saja. Sayangnya, semenjak itu Naga justru agak menjauhi Kirana. Bukan apa-apa, Bayu agak cemburu dengan Naga yang hampir tiap hari bersama Kirana. Akhirnya Nagapun memilih untuk menghindari keduanya. Demi kebahagiaan lo, Na pikir Naga saat itu.
Tiga puluh tujuh menit menunggu, Bayu akhirnya keluar dari ruang sidang. Wajahnya cerah ceria.
“Raaaann, aku berhasil!” teriak Bayu kegirangan. Kirana ikut kegirangan kemudian memeluk Bayu dan mengucapkan selamat berkali-kali. Setelah euforia mereda, Kirana melepas pelukannya.
“Tapi habis ini kamu tetep temenin aku ya, ada sedikit revisi. Hehehe.” Cengenges Bayu.
“Iya sayang, nemenin mah gampang.” Kata Kirana dengan bahagia.
Dari balik tiang tidak jauh dari situ, Naga hanya menatap Kirana dan Bayu. Ternyata memang lo bahagia aja sama dia ya Na, Naga akhirnya meninggalkan pemandangan itu dan melenggang ke parkiran.
Malamnya, Kirana dan Bayu makan malam bersama merayakan keberhasilan sidang skripsi Bayu.
“Ran, aku mau ngomong serius.” Kata Bayu tiba-tiba setelah daritadi keduanya saling diam.
“Apa sayang?” Tanya Kirana lembut. Bayu kemudian terlihat merogoh kantong celananya. Yang dilihat Kirana setelahnya adalah kotak bludru merah.
“Hari ini aku officially lulus Ran. Dan kamu tau sendiri, aku sudah diterima di perusahaan minyak di Jakarta. Aku yakin, kamu yang terbaik buat aku Ran. Karena selama ini kamu yang nemenin aku, baik sedih maupun senang. Jadi, will you marry me?” kata Bayu yang sekarang sudah membuka kotak bludru merah di hadapan Kirana. Kirana tersipu malu. Tidak menyangka hari ini akan datang.
“Aku tau kamu masih kuliah Ran, tapi kita bisa tunangan dulu dan menikah setelah kamu lulus.” Bayu menambahkan.
“Aku…. aku nggak nyangka Bay. Aku seneng banget. I do Bay.” Kirana bersemu merah. Bayu yang mendengar jawaban baik dari Kirana kemudian salah tingkah, tapi kemudian segera mengenakan cincin di jari Kirana.
Dua minggu setelah tunangan tidak resmi antara Kirana dan Bayu, Kirana tengah sibuk menyiapkan berbagai keperluan untuk tunangan resmi mereka. Bayu sendiri baru bisa singgah ke rumah kak Dewi sore nanti. Asna dan Ernan, orang tua Kirana, juga telah sampai di Bandung semalam demi anak bungsunya. Padahal tunangan resmi baru akan dilaksanakan minggu depan. Kirana sedang asyik membuat beberapa dekorasi saat smartphonenya berbunyi. Naga, tumben dia telepon, Kirana dalam hati sambil menggeser tombol hijau pada layar smartphonenya.
“Na, gue mau ngomong.” Cerocos Naga sesaat setelah Kirana menerima teleponnya.
“Iya Ga, gimana gimana?”
“Lo mau tunangan sama Bayu?”
“Hehehe iya Ga. Minggu depan sih, lo dateng ya. Bayu nanti biar gue yang ngomong.”
“Na, gue pikir lo lebih baik pertimbangin lagi deh keputusan lo.”
“Hah? Apaan sih Ga?”
“Pertama, karena gue sayang sama lo. Kedua, karena gue baru aja liat Bayu sama cewek lain di cafenya Mang Radi.” Kirana di ujung telepon menghela napas berat.
“Pertama, gue nggak nyangka selama ini lo nggak bener-bener tulus ya ternyata sahabatan sama gue. Kedua, gue percaya sama Bayu. Toh bisa aja itu temen kampusnya.”
“Gue sahabatan sama lo tulus Na. Tapi emang salah kalo gue emang sayang sama lo? Dan iya mungkin itu temen kampusnya, tapi kalo temen ngapain mereka peluk-pelukan nggak jelas di depan umum?” Kirana yang mendengar dengan jelas suara Naga di seberang telepon hanya diam. Sungguh, Kirana nggak mau membayangkan apapun yang belum jelas seperti ini.
“Udah ya Ga. Gue nggak ngerti ini karena lo sayang sama gue jadi lo malah pengen ngerusak hari bahagia gue atau alasan lain, tapi cukup. Lo nggak usah urusin hubungan gue dengan Bayu lagi.” Kirana yang seketika itu emosi langsung menutup panggilan dari Naga tanpa pikir panjang.
Naga hanya menghela napas. Dia yang kini masih mengamati Bayu dan entah cewek siapa itu hanya bisa berdoa untuk kebaikan Kirana.
Sore hari, sesuai janji, Bayu pergi ke rumah Dewi, kakak Kirana. Dengan senyum merekah dan sebuah totebag di tangan kanannya, dia melangkah tegap menuju ruang keluarga Dewi. Di sana sudah ada Kirana dan kedua orang tuanya.
“Sore Ma, Pa.” Bayu tersenyum dan mencium tangan Asna dan Ernan.
“Sore, Bay. Sibuk hari ini?” Tanya Asna, Mama Kirana sambil mengulas senyum.
“Sibuk yaaa lumayan, Ma. Ngurusin ini itu buat wisuda sih.”
“Itu apa Bay?” Tanya Papa sambil menunjuk totebag merah di tangan Bayu.
“Baju tunangan kami Pa. Tadi aku sempetin mampir di butik tempat kami jahit, syukurlah udah jadi.”
“Wah, baguslah. Kamu udah fitting emangnya Ran?” Tanya Papa. Ernan kemudian menoleh pada Kirana, yang entah kenapa tiba-tiba menjadi pendiam sejak tadi. Ernan kemudian mencolek pelan tangan anak bungsunya itu.
“Ran, Papa nanya loh. Kamu kenapa sih?” Kirana yang baru tersadar dari lamunannya seketika itu salah tingkah.
“Aku…. Pa, Ma, boleh nggak aku sama Bayu bicara berdua dulu?” pinta Kirana sambil tertunduk. Asna dan Ernan hanya saling bertukar pandangan bingung kemudian segera melangkah pergi meninggalkan ruang keluarga. Kini, Bayu dan Kirana benar-benar berdua tapi belum ada yang memulai untuk angkat bicara. Bayu berdeham.
“Kenapa Ran? Ada yang mau kamu omongin?” Tanya Bayu akhirnya.
“Bay…. Aku percaya sama kamu, tapi aku juga ingin kamu menjaga kepercayaan aku.” sahut Kirana lirih, akhirnya.
“Ada apa? Memang aku ngapain?”
“Kamu nggak ada yang mau kamu omongin sama aku?” Tanya Kirana, membuat Bayu bingung.
“Loh kok jadi aku? Aku nggak tau apa-apa Ran, maksud kamu apa sih?” suara Bayu entah kenapa terdengar meninggi di telinga Kirana. Kirana yang emosinya sedang tidak karuan akhirnya tersulut.
“Bay, aku empat bulan yang lalu memilih kembali sama kamu karena aku percaya! Sekarang aku bersedia menikah dengan kamu itu juga karena aku percaya! Kamu bisa nggak sih untuk selalu jujur sama aku!” teriak Kirana, diikuti dengan isakan pelan.
“Maksud kamu, aku selingkuhin kamu? Dari mana kamu dapat konklusi begitu? Aku emangnya pernah aneh-aneh? Jangan tuduh aku sembarangan Ran!” Bayu kemudian menyusul dengan teriakan yang membuat hati Kirana semakin perih. Padahal tadinya Kirana pikir Bayu justru akan meluruskan atau setidaknya membujuk Kirana untuk tidak marah dan tidak menangis. Kirana kemudian mengatur napas. Mencoba untuk meredam amarah dan tangisannya.
“Aku tadi dihubungi Naga….” Mendengar nama Naga disebut Bayu dengan cepat memotong, “Oh jadi ini karena Naga? Kamu dihasut sama dia?” Kirana segera menggeleng-gelengkan kepala dengan cepat.
No, listen. Dia nggak menghasut apapun dan dia cuma bilang dia tadi liat kamu sama cewek…. Pelukan.” suara Kirana tercekat, dirinya merasa tidak mampu mengucap kata itu meski hanya mengulangi apa yang dikatakan Naga tadi. Bayu terdiam dan menunduk dalam.
“Dia bukan siapa-siapa.”kata Bayu pelan. “Sekarang dia bukan siapa-siapa Ran, dia mantan aku yang waktu itu. Cewek yang mendukung impianku di BEM, remember? Tapi, dia sekarang memang sudah bukan siapa-siapa aku lagi.”
“Jadi….. itu dia?” Tanya Kirana pelan.
“Iya, itu dia. Tapi Ran, I swear, kami sudah nggak ada hubungan apa-apa lagi.”
“Terus, kenapa….”
“Kami pelukan? Cuma melepas rindu satu sama lain.” Mendengar jawaban Bayu, Kirana kemudian hanya memilih diam. Bayu yang menyadari situasi yang sudah tidak lagi kondusif akhirnya pamit untuk pulang. Masih dalam diam, Kirana hanya mempersilakan Bayu dan mengantarnya sampai pagar depan.

Next

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Part 2 - Healing Time

Produktif

Review Makanan - Special Malang