Si Gajah, Si Buldozer

Beberapa tahun yang lalu, tepatnya saat aku masih berumur 10 tahun, aku adalah seorang anak kecil (yang berperawakan besar) dan masih duduk di bangku SD. Masih ingat jelas waktu itu aku memiliki badan yang lebih besar dari anak yang lain. Hal ini menyebabkan aku memiliki banyak "panggilan sayang" dari beberapa teman SDku. Kebetulan lingkunganku memang masih banyak yang menganggap bahwa panggilan terhadap fisik seseorang itu lucu sehingga aku sampai dipanggil gendut, buldozer, dan gajah. Saat itu, aku masih ikut tertawa bahkan menganggap itu hanya candaan yang beberapa hari lagi juga hilang. Namun, karena lemak di tubuhku tidak juga hilang ternyata "panggilan sayang" itu masih ada bahkan sampai SMP.
Lambat laun, aku merasa sedih. Aku menyadari bahwa tubuhku memang lebih besar dari anak yang lain. Bahkan pernah, seorang pegawai administrasi di SMPku yang terdahulu berkata begini padaku "Loh kamu bener anak SMP? Gede banget." Jangan tanya aku menjawab apa, karena aku hanya bisa tersenyum. Selain itu, orang tuaku di rumah juga sering kali menyindirku tentang besarnya badanku. Mereka menyebutku gendut, jelek, atau apalah. Sepertinya saat itu gendut memang suatu bentuk fisik yang menciptakan banyak hinaan terhadapku.
Sampai suatu ketika, aku membeli sebuah novel tentang seseorang yang mengalami krisis identitas sepertiku. Dia melakukan berbagai cara diet bahkan sampai masuk rumah sakit. Aku yang merasa sudah mencoba segala cara (ya, aku pernah minum obat diet dan lain-lain), mengikuti cara si pemeran utama dalam novel itu "dengan baik".
Memasuki masa kelas 2 SMA, aku mulai giat berolahraga, mengurangi makanku, dan melakukan hal yang seharusnya tidak aku lakukan. Jangan kaget. Saat itu, selain aku melakukan diet yang mungkin sehat, aku juga melakukan diet yang tidak sehat. Makanku yang sudah sedikit itu aku muntahkan lagi saat ada kesempatan dan kalopun tidak ada, aku akan membuat kesempatan itu. Akhirnya aku bisa menurunkan berat badanku sekitar 16kg dalam waktu 6-7 bulan dan juga mendapatkan penyakit baru. Aku didiagnosa mengidap vertigo yang diakibatkan oleh tekanan darah rendah. Orang tuaku yang dulunya mendorongku untuk tidak menjadi gendut akhirnya mulai khawatir denganku. Sayangnya, saat itu aku masih tidak bisa menambah porsi makanku dan menghentikan ritual muntahku.
Sejujurnya, aku sangat senang saat sudah mendapat berat yang aku inginkan. Walaupun aku selalu merasa aku harus lebih kurus dari itu. Aku merasa senang saat orang-orang di sekitarku menyebutku kurus dan langsung down saat orang-orang di sekitarku menyebutku gendutan. Bahkan sampai beberapa bulan yang lalu, aku masih merasa demikian. Aku mengulangi ritual muntahku setiap saat aku merasa down. Aku merasa terganggu, satu-satunya orang yang terlebih dahulu mengetahui hal ini juga sangat terganggu. Dia mendorongku dan memberikanku pengertian untuk tidak lagi melakukannya. Namun, aku kekeuh. Aku tidak bisa menghentikan ritual muntahku.
Suatu hari, aku mendengar sebuah lagu dari Tulus berjudul Gajah. Aku tersentuh, sangat tersentuh. Aku merasa akulah si Gajah yang saat ini sudah mengalami perubahan. Akulah si Gajah yang dulu marah saat dipanggil seperti itu. Akulah si Gajah dan si Buldozer dan aku sangat bangga. Lambat laun, aku menyadari bahwa ritual muntahku tidak boleh lagi dilakukan.
Akhirnya, ya walaupun aku masih memiliki vertigo, aku masih memiliki badan yang tidak sekurus itu, aku masih down saat orang berpendapat tentang bentuk tubuhku, tapi aku bangga karena akulah si Gajah, akulah si Buldozer.

Komentar

Unknown mengatakan…
Amazeeeddddd <3 <3 <3

Postingan populer dari blog ini

Part 2 - Healing Time

Produktif

Review Makanan - Special Malang