Tarif Bus ini Membunuhku

Perlu readers ketahui, rumahku berada di bagian selatan kota Pemalang. Sebuah kota yang mungkin masih asing di telinga orang kebanyakan karena memang tidak seterkenal kota tetangganya yaitu Pekalongan dan Tegal.  Nama desa yang aku tinggali adalah Randudongkal yang berjarak kira-kira 30 km dari Pemalang. Dari jaman SMA, aku terbiasa naik bus dari Randudongkal ke Pemalang karena sekolahku memang ada di Pemalang. Untuk anak sekolah, tarif yang dikenakan berkisar 2000-3000 rupiah. Murah memang, tapi jangan harap bisa dihargain atau setidaknya diramahin sama sopir atau kondektur.

Waktu itu (sepertinya masih sampai sekarang), anak sekolah sangat didiskriminasi sekali. Karena tarif yang harus kami bayarkan sangat murah dibandingkan penumpang umum, kami jarang diperbolehkan untuk duduk di kursi penumpang. Selain itu, kalo aku bawa tas yang agak gede (yes, jaman SMA bukunya emang segede itu), pasti langsung dicemooh atau dimarahin. Katanya sih menuh-menuhin. Nggak cuma itu, yang paling ngenes adalah dalam waktu tertentu, seringkali bus nggak mau berhenti kalo yang ngeberhentiin anak sekolah. Alias mereka nggak mau ngangkut anak sekolah. Pernah waktu itu musim habis lebaran, banyak penumpang umum yang mau arus balik ke Jakarta, akhirnya aku telat karena nggak ada satupun bus yang mau berhenti dan ngangkutin anak sekolah. Ya, miris banget.

Nah, beranjak setelah lulus SMA, alhasil aku kalo naik bus Randudongkal-Pemalang pasti jadi penumpang umum. Walaupun aku tidak lagi didiskriminasi sama si bus-bus tidak manusiawi ini, aku masih merasa jengkel. Tau kenapa? Berikut akan aku jabarkan dalam bentuk poin-poin :

1. Dengan jarak sejauh 30 km (kurang lebih), kami tidak mendapatkan tiket atau karcis sebagai bukti pembayaran. Padahal jarak 30 km adalah jarak yang cukup jauh dan seharusnya mendapat setidaknya asuransi kecelakaan dari Jasamarga.

2. Tarif yang dikenakan kepada penumpang umum sangat tidak masuk akal. Pada hari biasa (maksudku bukan hari besar atau hari libur), seharusnya tarif 7000-10000 rupiah cukup untuk membayar jasa angkutan ini, tapi kadang mereka meminta di atas 15000 hingga 20000 rupiah. Bahkan pada hari besar atau hari libur, tarif yang dikenakan lebih gila lagi dan bikin kejang-kejang. Ya, dibayar 20000 rupiah pun mereka geleng-geleng nggak mau dan memaksa dengan gaya bar-bar yang nggak jauh dari kelakuan preman meminta kami membayar 30000-40000 rupiah.

3. Sopir bus di bawah umur dan membawa kendaraannya dengan ugal-ugalan. Bayangin, udah nggak pake karcis sebagai bukti pembayaran sekaligus bukti untuk meminta asuransi jika kecelakaan terjadi, ini aku harus naik bus yang sopirnya bahkan baru lulus SMP atau sopirnya bapak-bapak yang nyetirnya ugal-ugalan kayak udah kebelet pup ke kamar mandi -.- alhasil aku harus bertaruh nyawa setiap naik bus dari Randudongkal ke Pemalang dan sebaliknya.

4. Di Jakarta mungkin sudah jarang orang merokok di bus karena sedikit demi sedikit orang sadar bahwa itu sangat mengganggu khalayak umum. Tapi di sini? Jangankan ngerokok doang, ini pas bulan puasa pun, si sopir atau kondektur tetep nyebulin asap ke penumpangnya dari Randudongkal sampai dengan Pemalang.

Mungkin kalian yang baca ini akan mengecap aku sebagai penumpang yang rewel. Tapi kenyataannya, sebagian besar penumpang juga merasa bus Randudongkal-Pemalang sering banget bikin kita, para penumpang khususnya aku, nggak berhenti ngelus dada biar bisa sabar sesabar-sabarnya. Aku sih sangat berharap bahwa pemerintah kabupaten Pemalang mulai peduli sama angkutan umum yang bertebaran sekarang. Karena banyak banget yang udah harus diperbaiki, mulai dari angkutan umum yang sudah usang, kondektur dan sopir yang kebanyakan berkelakuan preman (aku bilang kebanyakan, bukan semua), tarif yang gila-gilaan, diskriminasi pada anak sekolah, dan semua kekurangan yang ada. Sedih kan, anak sekolah yang harusnya bisa nyaman buat berangkat atau pulang sekolah malah bisa nggak dapet bus. Atau orang-orang yang berniat liburan di daerah Pemalang dan harus menggunakan bus Randudongkal-Pemalang malah harus dibodohin dengan bayar tarif yang nggak semestinya. Aku mengakui, kita sebagai masyarakat Pemalang harus berbenah. Karena ini bukan masalah salah siapa, tapi ini masalah siapa yang peduli.

Sumber : https://pixabay.com/static/uploads/photo/2014/04/02/10/41/bus-304220_960_720.png

Komentar

MUHAMMAD UTSMAN BURAIR mengatakan…
dulu kayaknya nggak semahal itu ya? :)
neilaisme mengatakan…
Late reply maaf. Dulu pake seragam jadi agak murah, kalo nggak ya begitu. Gila-gilaan tarifnya..

Postingan populer dari blog ini

Part 2 - Healing Time

Produktif

Review Makanan - Special Malang