Part 4 - Bukit Moko

Meski bintang tidak didapat Kirana semalam, tapi sekarang wajahnya ceria setelah mendapati langit cerah saat memasuki waktu-waktu matahari terbit. Naga yang daritadi malam memang tidak tidur untuk memastikan perempuan di sebelahnya ini tidur dengan nyaman,sedikit demi sedikit terhapus letihnya setelah melihat senyuman Kirana yang merekah sempurna subuh ini. Naga meneguk air mineral kemudian menyodorkan botol air mineral lain ke Kirana, “minum gih, pagi-pagi bagusnya minum air mineral setidaknya satu gelas.” Kirana menerimanya kemudian tanpa bersuara dia mengucap bawel, walaupun pada akhirnya dia meneguk hampir setengah botol air mineral tersebut.
Matahari mulai mengintip dan sedikit demi sedikit naik. Naga yang memang sudah mempersiapkan kamera dan tripodnya memastikan bahwa dia memang sedang merekam detik demi detik peristiwa sunrise ini. Bukan pertama kali memang bagi Naga, tapi melihat sunrise bersama perempuan di sebelahnya itu yang pertama kali.
Memastikan semuanya sudah masuk ke mobil dan tidak ada sampah yang tertinggal, Kirana dan Naga bersiap-siap turun kembali ke kota Bandung. Keduanya sudah siap pergi, tapi tiba-tiba Kirana angkat bicara. “Ga, mending lo pindah. Gue yang nyetir. Gue tau lo semaleman nggak tidur kan?”
Naga sambil menguap hanya mengangguk, ternyata dia juga tidak bisa menahan kantuknya. Setelah berpindah tempat dan Kirana sudah siap di kursi kemudinya, Naga mulai menutup kelopak matanya. “Sorry ya Na.” kata Naga sebelum benar-benar lelap. Kirana hanya tersenyum kemudian mulai melajukan mobil milik Naga.

Setelah satu jam berkendara, karena sempat terjebak macet, Kirana sudah sampai di depan rumahnya. Tapi lelaki di sebelahnya masih terlelap. Tidak kuasa membangunkan, Kirana hanya bisa menatap Naga. Kirana yang baru sadar bahwa ada tahi lalat di dagu kiri Naga mulai menyadari bahwa selama hampir tiga tahun bersama Naga, Kirana tidak cukup mengenal Naga. Seringnya, Kirana yang bercerita dan Naga yang mendengarkan. Bahkan hari ini, Kirana benar-benar menyadari bahwa Naga memang tidak pernah bercerita dengan detail tentang kehidupannya. Entah itu tentang Naga yang sedang menyukai seseorang atau tentang Hana, adik Naga yang merupakan keluarga Naga satu-satunya. Sejauh ini, Naga hanya bercerita tentang hal-hal yang ditanyakan Kirana.
Naga nampak menggeliat, tidak ingin ketahuan sedang memandangi Naga, Kirana segera mengambil smartphone  dan pura-pura sibuk dengan itu.
“Nggak usah sok sibuk lo, gue tau kok lo daritadi liatin gue.” Kata Naga serak dengan masih mencoba menyesuaikan matanya dengan sinar matahari yang mulai terik.
“Lo tuh yang sok tidur, taunya dari tadi udah bangun toh.”
Naga hanya tertawa-tawa, Kirana yang salah tingkah akhirnya juga ikut tertawa.
“Udah ah, mampir dulu yuk ke rumah gue, sekalian lo pamit sama kak Dewi. Masa lo udah bawa kabur adik tercintanya, sekarang dipulangin tanpa kata.” Kata Kirana sambil menyiapkan barang-barang yang akan dibawanya turun.
“Iya bawel, masih kesilauan nih gue. Astaga sabar kek.”
Suara pintu mobil tertutup bersahutan. Keduanya kini sudah turun dari mobil dan menuju rumah minimalis milik kak Dewi.
“Wah, akhirnya pulang juga nih. Pacaran aja jauh amat sampai ke Moko.” Sahut kak Dewi setelah melihat kami memasuki ruang tamunya. Kak Galih, suami kak Dewi yang sedang membantu menyiapkan sarapan hanya manggut-manggut. “Perasaan nih Ran, gue ama kakak lo dulu pacaran mah nggak pake jauh-jauh. Di rumah doang cukup.” Kak Galih malah menambahi.
“Kak, kita nggak pacaran tau.” Naga akhirnya menengahi. Untung saja, karena Kirana hanya sibuk menutupi gerak-geriknya yang mulai salah tingkah.
“Nggak atau belum?” timpal kak Galih yang masih tidak puas meledek Naga dan Kirana.
“Hahaha, udah sayang, jangan diledek mulu. Kasian Kirana udah kayak kepiting rebus mukanya.” Seketika semua orang menatap Kirana. Naga yang baru sadar Kirana memerah, hanya tersenyum kecil.
“Yaudah sok makan dulu yuk, bareng-bareng.” Kata kak Galih.
“Iya kak, aku ikut ke kamar mandi dulu ya cuci muka.” Kemudian Naga mengeluyur pergi menuju kamar mandi. Kemudian setelah Naga pergi, kak Dewi kemudian berbisik di telinga Kirana “udah atuh Ran, jadiin aja. Keliatan kalian mah saling suka. Jangan lihat masa lalu mulu ah.” Kirana hanya kembali tersipu.


Next

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Part 2 - Healing Time

Produktif

Review Makanan - Special Malang