Postingan

Kamu

Kamu melihat ke luar jendela sekali lagi. Masih sama, sepi seperti hari-hari yang lalu. Tidak ada bedanya kan? Tapi kamu bersikeras untuk memastikan. Kenanganmu masih sama, tentang dia dan lagi-lagi hanya dia. Padahal dia sudah jelas melupakanmu dan seharusnya kamupun begitu. Iya, aku sungguh tau kalo itu sudah pasti terjadi. Nyatanya, dia sudah mengunggah satu foto bersama orang lain yang dia panggil sayang dengan bangga. Sedangkan kamu, masih teronggok di satu ruangan itu. Berkilah ingin melakukan self quarantine selama 14 hari, padahal kamu sudah ada di dalam sana lebih dari 21 hari. Hari-hari yang kamu lalui selalu indah dengannya, tapi kamu tidak sadar jiwa dan tubuhmu terluka. Ketika dia memanggilmu bodoh atau dungu karena kamu salah memberikan saran tentang baju yang harus dia beli. Ketika dia memukul tanganmu karena kamu memakan sebuah cookies yang tergeletak di mejanya. Ketika dia dengan sadar menyuruhmu segera pulang karena tanpa alasan dia muak melihatmu. Kamu merasa it

Ada, tapi berjarak

Gambar
Rasanya fana atau sebenarnya ini nyata? Aku melihat, tapi kamu justru beralih Di sana kamu berdiri, aku yakin kamu ada Rasa ini tumpang tindih Beradu, bergejolak di dalam dada Ada yang membuncah, itu perih Lika-liku ini tidak bisa lagi aku rasa Karena ternyata yang nyata hanya sedih Sebuah keajaiban, tiba-tiba tergerak bikin sajak. Biasa, memang biasanya ide baru muncul kalo lagi sedih. Dulu tuh, gue selalu nggak sabar buat jadi orang dewasa. Kayanya seru aja gitu. Punya tanggung jawab sendiri, bisa punya uang sendiri, bisa jarang pulang ke rumah (HAHA ini jangan dicontoh), dan banyak keseruan yang lain. Tapi yang nggak gue liat adalah semua struggle  yang bakal terjadi di usia dewasa, yang bahkan jauh lebih banyak daripada keseruan itu. Quarter life crisis  katanya. Baru juga ngelewatin usia 24, tapi crisis -nya udah berasa aja. Lebih lagi, ada wabah corona di tengah ini semua. Wow, combo! 

2020

Gambar
Dua ribu dua puluh. Tahun yang berat ya? Ngebayangin nggak sih bakal ngalamin hal kayak gini selama ini? Jujur aja gue nggak pernah bayangin. Yaaa walaupun suka ngikutin teori konspirasi dan suka nontonin series atau film zombie-zombie an, tetep aja sih nggak ngebayangin harus karantina se-lama ini. Apa yang paling dikangenin sekarang? Nonton? Ketemu temen-temen? Ngantor? Pulang ke rumah? Kalo gue, banyak. Gue kangen ngonser, nyanyi teriak-teriak padahal suara jelas sumbang. Goyang-goyang kanan-kiri nggak peduli diliat orang. Gue kangen nonton film di bioskop, ya walaupun untungnya ada netflix yang bisa ngasih tontonan yang seru juga. Gue kangen dine in di tempat makan apapun, Warung Korea Poplah, ngejajan di deket kantorlah, Hanamasalah, apapun itu. Gue kangen sama temen-temen gue di kantor, sumpah kanget banget. Sampe gue pernah berniat buat melukin mereka satu-satu kalo nanti udah nggak karantina lagi. Bahkan, gue kangen ngantor. Gue kangen desek-desekan di KRL, kangen kes

Part 2 - Healing Time

Malam itu akhirnya Nadine memberanikan diri untuk pulang ke rumah. Mama sedang menyiapkan makan malam saat Nadine sampai di rumah. Nadine kemudian memeluk Mamanya dan berkata maaf dengan lirih. “Maaf ya Ma, maafin Nadine.” Mama segera menghentikan aktivitas memasaknya dan berfokus pada putri sulungnya. Melihat mata cekung dan sembab milik Nadine, Mama tau benar, anaknya tidak cukup tidur dan sudah cukup menangis beberapa hari ini. “Kamu tuh nggak salah, ngapain coba minta maaf?” Kata Mama lembut. “Aku belum bisa wujudin pesan terakhir Papa. Aku masih nyusahin Mama, aku....” tangis Nadine luruh. Mama kemudian mempererat pelukannya. “Nggak ada dalam pikiran Mama, Nad yang salah. Kamu juga nggak pernah sekalipun nyusahin Mama. Mama minta maaf, kamu harus ngalamin hal ini. Tapi inget Nad, mungkin ini cara Tuhan buat ngejauhin kamu dari orang jahat.” Mama menghela napas sesaat, “Mama nggak pernah nyangka Anto begitu, sampai tadi pagi, Mama masih anggep dia orang baik.

Part 1 - Patah Hati Pertama

Suara klakson terdengar dari berbagai penjuru jalan, baik dari arah berlawanan maupun arah yang sama yang sedang dilewati Nadine. Seakan suara itu membisu, Nadine yang biasanya akan mengomel sepanjang jalan justru hanya menatap jalan dalam diam. Pandangan matanya seakan kosong, pikirannya sudah melayang menjauh dari tempat dia berada sekarang. Suara klakson yang panjang kemudian membawa Nadine kembali dalam kesadaran. Di depannya, kemacetan sudah mulai terurai dan mobilnya malah tidak kunjung melaju. Sebelum klakson itu makin panjang, Nadine segera menekan pedal gas mobilnya dalam. Tidak kunjung turun, Nadine justru kembali berpandangan kosong saat sampai di parkiran kantornya. “Nad, mama mau ngomong.” Suara Mama terdengar membelakangi Nadine. Kemudian Nadine segera menaruh smartphonenya dan berputar agar bisa berpandangan dengan Mama. “Mama liat kamu sama Anto udah lama ya pacarannya. Udah berapa lama?” tanya Mama. “Hampir mau enam tahun kali ya Ma, kenapa?” Nadine m

Part 9 - Naga (End)

Seorang pria terlihat serius membolak-balik katalog sambil sesekali mengetikkan sesuatu di laptopnya. Merasa terganggu dengan anak rambut yang menutupi matanya, pria itu kemudian berhenti sejenak dari kegiatannya. Dia melingkarkan karet rambut seadanya untuk merapikan rambut gondrongnya. Suara pintu diketuk dari luar terdengar keras. “Ya, silakan masuk.” Seru pria gondrong tadi. “Bang, ada client di depan. Katanya udah ada janji siang ini.” Kata pria yang tadi mengetuk pintu. “Suruh masuk aja, gue juga lagi ngerjain punya dia.” “Siap, Bang.” Pria pengetuk pintu itu pergi dan beberapa saat kemudian kembali lagi dengan ditemani sepasang pria dan wanita. “Ini Bang, gue tinggal ya.” “Silakan duduk, mbak Sari, mas Agung.” Kata pria gondrong sambil berjalan menuju sofa empuk yang memang disediakan untuk para client nya. “Iya Pak Naga, gimana udah ada gambaran buat konsep pernikahan yang kita mau?” Tanya wanita yang tadi dipanggil mbak Sari oleh pria gondrong yang ternyata adal

Part 8 - Kenyataan

Dua hari sebelum tunangan resmi Bayu dan Kirana, Naga kembali menghubungi Kirana. Tapi Kirana memilih mengabaikan telepon dari Naga. Padahal sebenarnya jauh di lubuk hati Kirana, dia mulai ragu dengan Bayu. Ringtone smartphone Kirana kembali terdengar, dengan malas Kirana menilik nama di layar tersebut. Melihat nama Bayu, instead Naga, Kirana akhirnya menggeser tombol hijau. “Kirana, kamu di rumah kan? Aku jemput ya, kita keluar. Aku mau ngomong.” Begitu saja, kemudian hanya nada telepon dimatikan yang didengar Kirana. Tidak lama setelah itu, suara motor Bayu terdengar dari luar pagar. Kirana dengan sigap segera menemui Bayu dan mereka berkendara menuju Kolase , salah satu cafĂ© di daerah stasiun kota Bandung. Kirana merasa dejavu , hatinya kalut karena merasa hari ini bukan hari yang baik untuk dia. Setelah Bayu dan Kirana mendapatkan makanan dan minuman pesanan mereka, Bayu berdeham tanda dia akan mulai berbicara. “Kirana….” Panggil Bayu. Kirana kemudian memandangi Bayu lama